“MENJADI” MENAK SOPAL ?
Sebuah Essay Budaya
Oleh : Mulyono Ibrahim
Yang jelas ini bukan gossip.Dengar-dengar, para tokoh Trenggalek akan bermain Ketoprak.Lakonnya cukup membumi : Adipati Menak Sopal. Bagi warga Trenggalek mungkin saja ini kabar baik. Yaaa, paling tidak, di tengah himpitan kesulitan ekonomi, di sela-sela susahnya mendapatkan lapangan kerja, di antara mimpi buruk naiknya harga-harga kebutuhan pokok, setidaknya tokoh-tokoh kita sudah memberi sedikit solusi. Yakni agar kita-kita, sebagian besar rakyat yang sudah mulai mengidap “stress ringan” ini setidaknya tidak bertambah stress lagi. Masyarakat yang mulai merasakan betapa getirnya dampak ekonomi nasional maupun lokal, semoga terhibur menyaksikan para tokoh mereka bermain ketoprak. Jadi, marilah kita dukung para tokoh kita ---sejak dari bupati, wakil bupati dan jajaran birokrasi di bawahnya—memberikan sedikit solusi himpitan ekonomi dengan bermain ketoprak.Nampaknya para tokoh nasional perlu meniru tokoh Trenggalek dalam menyikapi keadaan yang ruwet ini : yakni dengan main ketoprak. Insya` Allah, saya juga akan sempatkan menonton.Tentu jika pas tidak hujan.
Saya pun juga bersyukur, ketika beberapa pekan sebelumnya dikasih “bocoran” bahwa tema yang diangkat adalah seputar perjuangan the founding father Trenggalek : Adipati Menak Sopal. Semoga ini juga menyiratkan sebuah tekad, bahwa ketokohan dan perjuangan Menak Sopal adalah sesuatu yang pantas ditiru, diwarisi, diamalkan dalam dunia nyata, disamping dilakonkan sebagai sebuah cerita ketoprak. Kisah sejarah ataupun legenda yang hidup di masyarakat, biasanya memang berisi tema-tema kepahlawanan. Ruh kepahlawanan adalah sebuah proses dimana perjuangan menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam masyarakat manusia menempati posisi utama dan pertama. Sepanjang sejarah kemanusiaan, pahlawan adalah mereka yang konsisten di posisi tersebut. Sejak dari Rasulullah Muhammad SAW, para khalifah sesudahnya, Imam Ahmad bin Hambal, Al Afghani, Cut Nya` Din, Diponegoro, hingga Bung Karno dan Agus Salim, mereka semua adalah pahlawan di zamannya. Dan tak terkecuali adalah Menak Sopal, bupati Trenggalek pertama itu.
Budaya Simbolik
Salah satu persoalan penting dalam dinamika kebudayaan kita adalah ketika pemaknaan peristiwa-peristiwa sejarah budaya itu hanya berhenti sebagai budaya simbolik. Misalnya, kita telah merasa mengisi kemerdekaan ketika ikut upacara tujuh belasan di lapangan. Ibu-ibu muda kita telah merasa mencintai dan mewarisi semangat RA.Kartini dengan berpakaian kebaya dan ikut lomba ratu luwes. Begitu pula, barangkali kita telah merasa menjadi nasionalis ketika ikut menyanyikan lagu Padamu Negeri sebelum sebuah acara dimulai. Tentu saja bukan berarti itu semua tidak boleh, tetapi setelah segala yang bersifat “simbolik” itu mesti ada tindak lanjutnya. Sehingga nilai-nilai yang mulia itu bisa mewujud di dunia nyata. Namun yang kita lihat kan sesuatu yang kontras. Betapa rajin dan suntuk orang menyanyikan lagu-lagu cinta negeri tapi pada saat yang sama Republik ini pun jadi juara korupsi. Begitu seterusnya.
Bagaimana dengan cerita tentang Menak Sopal ? Tidak jauh beda. Sebagaimana kita ketahui Menak Sopal adalah seorang pahlawan rakyat Trenggalek. Beberapa ahli sejarah Trenggalek yang pernah saya temui mengatakan bahwa Menak Sopal bukan saja seorang bupati pertama yang dikirim pemerintahan Demak, tetapi juga seorang da`i, penyiar agama Islam pertama di Trenggalek. Membicarakan kisah Menak Sopal, sama dengan membicarakan hal-hal ideal di masa lalu. Tentu dengan harapan bisa diwujudkan di masa sekarang. Setidaknya, penulis mencatat hal-hal berikut sebagai keistimewaan seorang Menak Sopal.
Pertama, beliau adalah seorang yang sangat relijius dan seorang juru dakwah pertama di Trenggalek. Jejak-jejak relijiusitas ini bisa kita lihat dari langgam tata kota, dimana pendopo sebagai rumah dinas sang adipati selalu bersebelahan dengan masjid jami`. Ini memang tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pemerintah Demak yang secara umum ingin menata sosial kemasyarakatan secara lurus dengan pedoman-pedoman yang tidak jauh dari nilai-nilai masjid. Maknanya adalah, ketika seorang bupati melakukan tugas-tugas kenegaraan maka agar tidak banyak mengalami “penyimpangan dan penyalahgunaan” wewenang maka harus dekat dengan masjid. Jadi, kalau ingin meniru Menak Sopal, maka para tokoh pemerintahan kita saya kira perlu memakmurkan masjid di sebelahnya. Atau dalam bahasa sekarang, birokrasi mesti dilambari dengan nilai-nilai iman dan taqwa. Ketika seorang bupati atau wakil bupati shalat jama`ah di masjid jami` hal itu bukan saja sebuah dakwah hal (nyata), tetapi adalah sebuah keteladanan yang secara psikologis sangat berpengaruh pada masyarakat di bawahnya.
Kita sangat yakin, jika seandainya Menak Sopal hidup lagi dan terpilih menjadi bupati dalam pilkada, maka yang akan dilakukan adalah shalat dzuhur di masjid jami`..He..he…
Kedua, Menak Sopal adalah seorang tokoh yang sangat mengerti skala prioritas. Kebijakan pembangunan beliau sangat menekankan apa kebutuhan riil warga masyarakat.Sehingga ketika melihat problem Trenggalek yang paling penting waktu itu adalah soal irigasi pertanian, maka beliau memprakarsai pembangunan bendungan (dam) yang kelak masyhur dengan sebutan Dam Bagong. Kebijakan-kebijakannya sangat menyentuh kebutuhan rakyat.
Saya sangat yakin, jika seandainya Menak Sopal hidup lagi dan menjadi bupati, saya yakin beliau tidak akan mendirikan sebuah percetakan. Sebab, Trenggalek adalah agraris, tidak bisa lepas dari pertanian dan kehutanan. Rakyat belum begitu perlu dengan percetakan besar, sebab ini daerah belum mengarah menjadi daerah urban (berkarakter kota). Jadi sangat tidak relevan pemerintah membangun percetakan yang nilainya 7 Milyard : sebuah duit yang cukup besar. Mestinya duit yang begitu gede, bisa diarahkan untuk pengembangan pertanian atau industri berbasis pertanian. Sayang, Menak Sopal sudah tidak bersama kita lagi.
Ketiga, Beliau adalah tokoh yang memiliki keberanian menegakkan kebenaran dan kebaikan. Banyak konflik yang muncul saat itu, terutama daerah-daerah yang masih bermasalah akibat konflik Majapahit-Demak. Namun Menak Sopal bisa menyelesaikan semua itu dengan berani dan bijak.
Jika membicarakan sosok Adipati Menak Sopal banyak sekali nilai-nilai ideal. Sebab, dia adalah pahlawan. Semakin kita membahas sejarahnya, semakin kita rindu akan kehadiran figur seperti beliau. Memang agak sayang, bahwa kehadiran “Menak Sopal” saat ini hanya sebatas di pagelaran sebuah ketoprak. Bukan di dunia nyata.Wallahu a`lam.
Mulyono Ibrahim
Peminat sejarah dan budaya Trenggalek
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
tim operasi yang dipercaya memikul amanah 70% dari 20% tentunya mempunyai 170% hamasah yang tak mengabaikan 100% do'a dan
100% usaha para anshurullah. ALLAHU AKBAR
setuju dengan terjaganya kekuatan ruhiyah, dan untuk menjaga, salah satunya taujih-taujih dari para pembina ummat, bisa melalui website. Selamat untuk situs barunya. www.mulyonoibrahim.com. semoga bermanfaat untuk ummat.
amien.
alhamdulillah semoga dapat diambil manfaatnya untuk masyarakat luas
wasys
menaksopal.batam@gmail.com
Posting Komentar