Senin, 31 Desember 2007

Sungguh,Kebodohan Itu Ternyata Telah Merata

Tahun baru 2008,Alun-Alun Trenggalek. Sebenarnya aku hendak tidur malam itu. Disamping cuaca memang buruk : angin kencang berhembus sore hari,hujan mengguyur bumi sepanjang waktu, saat itu memang aku lagi payah. Ini setelah seharian mondar-mandir urusan halaqoh dan kelompok-kelompok pengajian. Tapi, menjelang setengah dua belas,mendadak perut terasa nyeri.Maka "La Tahzan" yang ada di tangan segera kutanggalkan dan keluar rumah untuk cari sesuatu yang bisa mengganjal perut.

Aku sama sekali tidak menyangka,ternyata ini malam pergantian tahun.Sesuatu yang bagiku tidak istimewa sama sekali sekarang. Namun, ternyata bagi kebanyakan orang dirasakan begitu lain. Tahun yang berganti,tidak ada istimewanya selain bahwa usia kita jadi bertambah dan umur kita kian hari kian mendekati habis. Sehingga, bagiku untuk merenungi soal "waktu" tak usah menunggu tahun baru. Tiap detik adalah saat yang berharga dalam hidup. Begitulah Aid Al Qorni, sang pemilik "La Tahzan" pun berujar bahwa : Hari Ini Adalah Harimu. Artinya, realitas yang bisa dijamah manusia adalah saat sekarang ini. Esok adalah kemungkinan. Dan kemarin adalah kenangan. Jadi, untuk merenungi sesuatu terkait waktu, nggak usahlah nunggu tahun baru. Sebab, setiap waktu adalah momentum. Sehingga, sejak aku mengenal fikrah dakwah ini, aku tidak lagi mengistimewakan tahun baru.

Tapi...ya itu tadi.Ternyata orang pada keluar malam-malam. Ada dangdut di alun-alun, ada wayang kulit di pendopo.Dan....ternyata di daerah semiskin Trenggalek,orang masih ada yang pesta kembang api.Masya` Allah. Terkejut aku dibuatnya. Sebab, ini kan hari ke-4 banjir.Namun, kota kecil ini seakan telah lupa pada bencana itu.
Orang-orang pada keluar.Anak-anak muda berkumpul di sepanjang jalan di dan sekitar alun-alun. Tentu, dengan segala tingkah polahnya yang sedikit sekali nilai positifnya. Tepat jam 12.00, suasana jadi lain. Kembang api ditembakkan,sepeda motor diglayyer gas-nya keras-keras, dan --- ini yang bikin geli --- terompet ditiup. Pawai digelar hingga sekitar satu jam.

Maunya beli bakso saja, tapi aku jadi terjebak di kerumunan orang-orang.Aku menjadi orang lain diantara begitu dahsyatnya polah orang-orang. Telinga pun jadi pekak oleh mercon yang meletus disana-sini.Aku tidak tahu pasti,apa maunya orang-orang. Tapi besar dugaanku,mereka adalah korban dari budaya "latah", kultur ikut-ikutan yang akut di bangsa ini.

Dan,ini bukan Jakarta.Bukan Surabaya.Ini adalah Trenggalek,ujung barat Jawa Timur.Ini adalah Trenggalek yang jauh dari sebutan metropolitan.Ini desa saja.Tapi...lihat,kebodohan ini ternyata telah merata.Ya,kebodohan itu telah merata.Tantangan dakwah di depan mata.

Tidak ada komentar: