Senin, 17 Maret 2008

Buku Untuk Orang Desa

Buku Untuk Orang Desa

Walaupun belum ada survey yang menunjukkan angka statistik secara pasti, nampaknya kita cukup berani menarik kesimpulan secara umum bahwa sebagian besar buku yang diproduksi dan beredar di Indonesia masih membidik kalangan menengah ke atas. Kalau berbicara tentang kalangan menengah ke atas, itu artinya kita berbicara soal kelompok masyarakat yang secara umum berada di kota (urban community). Pertanyaannya adalah, bagaimana dengan warga masyarakat desa yang berada di kelas menengah ke bawah yang jumlah mereka lebih banyak ketimbang masyarakat urban ? Padahal kalau mengangkat tema mencerdaskan kehidupan bangsa, masyarakat desa-lah yang lebih mendesak untuk dicerdaskan mengingat lebih terbatasnya akses informasi dan teknologi kepada mereka.

Orang Desa Butuh Buku Juga
Urgensi buku bagi warga yang tinggal di daerah pedesaan dirasakan mendesak sekarang ini. Sebab seringkali warga pedesaan yang rata-rata bertani, berkebun maupun beternak saat ini sangat membutuhkan pasokan informasi yang sesuai dengan dunia dan profesi mereka. Walaupun chanel televisi sudah masuk ke pelosok desa melalui antena parabola tetapi informasi yang dipancarkan mayoritasnya masih berkarakter kota. Kawan saya yang seorang petani di sebuah dusun, sering hapal dengan tayangan infotainment beserta problematika para selebritis di dalamnya. Tetapi belakangan saya sempat kasihan dengan kawan ini karena toh informasi tersebut nilai kemanfaatannya bagi dirinya yang sehari-hari bergelut dengan lumpur dan dunia pertanian sangat sangat kecil. Siaran-siaran yang ada boleh dikatakan tidak ada yang bersentuhan dengan dunia sawah, kebun dan peternakan. Industrialisasi media agaknya tidak melihat para petani di desa sebagai ladang bisnis yang menguntungkan.
Oleh karena itu, dunia buku bagi warga desa agaknya bisa sedikit mengisi ruang kosong tersebut. Warga desa perlu diajak juga untuk membaca buku yang sesuai dengan kebutuhan dan dunia mereka. Perlu kampanye besar-besaran untuk menggalakkan sadar baca bagi masyarakat desa. Tentang hal ini, saya jadi ingat ternyata ada Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No.3 Tahun 2001 yang mengatur tentang perpustakaan desa atau kelurahan. Dalam Kepmendagri tersebut, secara tegas disebutkan bahwa pemerintah desa atau kelurahan wajib mengadakan perpustakaan bagi warganya yang dikelola oleh lembaga-lembaga di desa atau kelurahan tersebut. Namun, dalam realitasnya regulasi yang bagus ini nampaknya tidak bisa berjalan mulus di lapangan. Barangkali soal kultur membaca yang rendah menjadi penyebab tidak terealisirnya perpustakaan desa, disamping problem anggaran desa yang juga minim.

Pengadaan Buku Untuk Masyarakat Desa
Lepas dari belum berjalannya program perpustakaan desa yang digagas pemerintah sejak tahun 2001 tersebut, namun saya kira pengadaan buku untuk orang desa tetap harus dilakukan. Memang harus ada kerjasama yang sinergis antara pelaku perbukuan dengan kalangan LSM, ormas maupun pemerintah untuk menembus pasar desa. Ini mengingat, pasar buku di pedesaan bukan saja penuh tantangan tetapi lebih dari itu masih harus diciptakan. Artinya, mesti ada sentuhan tangan-tangan dari berbagai lini jika kita ingin mengembangkan buku untuk orang desa. Disamping itu dalam banyak hal proyek ini juga mesti disemangati oleh sejumlah idealisme. Sebab, jelas sekali yang terpampang di depan lebih banyak tantangan dan kendalanya ketimbang kemudahannya. Pasar buku umum saja sudah lumayan pelik, apalagi menembus kultur pedesaan. Tapi itulah asyiknya mengelola idealisme.
Buku-buku yang ada di pasar sekarang ini memang banyak yang menyoal pertanian, perkebunan atau perikanan. Materinya pun cukup beragam. Sejak dari trik menanam semangka hingga bagaimana beternak ikan lele dumbo. Hanya saja, masih nampak bahwa buku-buku tersebut secara umum belum dirancang untuk kebutuhan masyarakat desa secara langsung. Barangkali buku tersebut pas untuk mahasiswa jurusan pertanian atau para penyuluh pertanian. Namun belum seluruhnya sesuai untuk para warga desa.
Oleh karena itu, ke depan perlu pengadaan buku-buku untuk orang desa yang kurang lebih bercirikan sebagai berikut :
1. Menyentuh kebutuhan warga desa,
2. Bahasa yang sederhana dan gampang dipahami,
3. Cenderung mengarah pada hal-hal yang praktis, bukan teoritis,
4. Menghindari pemakaian istilah-istilah asing yang menyulitkan,
5. Ilustrasi dan gaya penulisan disetting dengan latar khas pedesaan.
Sekali lagi, ini semua harus dilakukan secara sinergis antara penerbit, penulis, LSM atau ormas dan pemerintah. Tanpa kerja bareng yang harmonis antar stake holder tersebut, mustahil kita menyuguhkan buku untuk orang desa. (kang_moel2006@ yahoo.co.id)

Mulyono
Penulis Lepas dan Pecinta Buku
Tinggal di Trenggalek-Jawa Timur

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Sebenarnya sejak awal melangkah, kita telah dipandu sebuah falsafah perjuangan maupun plat form. SANGAT JELAS. Apa yang ditulis kemudian adalah bahasa KINI dan DISINI-nya. Serta "teoritisasi"nya saja. Jadi dulu bukan tanpa platform, tapi dengan platform yang belum diteorisasikan.
NB
Tampilan blog-nya perlu tambah dimaniskan. Coba bandingkan dengan punya akh Fathur Surabaya. di http://fatkur.pks-surabaya.or.id/ atau punya orang PAN di sjamsul.huda@yahoo.co.id
btw. Surprise dengan blog barunya